Senin, 04 April 2016

bersyukur atas segala yang hadir di hari ini adalah suatu yang setiap hari ku lakukan. Bersyukur atas rasa senang dan duka yang sudah digariskan Tuhan dalam takdir saya. Menikmati setiap ujian, pujian, dan kesenangan yang hadir di depan mata. Menciptakan senyuman di tengah lautan kepiluan hidup. Bosan menjadi rasa yang hadir ketika mengingat titik ini. Iri melihat lingkungan yang terseyum terbahak menceritakan hidupnya yang penuh guyonan. Mengeluh sikap yang selalu saya dengar dari mulut-mulut yang tak tahu diri dan tahu bagaimana bersyukur atas hidup mereka. Mereka yang sombong dan selalu menyombongkan diri di depan orang-orang yang sudah muak dengan keangkuhan yang mereka persembahkan. Menyembahkan senyuman tak ikhlas itu lebih baik dari pada menyuguhkan tangisan buaya yang tak berarti dan menyebalkan. Hidup itu bukan digunakan sebagai parodi keangkuhan dan kemunafikkan yang selalu ingin dipedulikan tanpa tahu bagaimana memperdulikan sekitar kita yang masih berusaha berdiri di atas batu tajam pemberian Tuhan mereka. Saya benci, saya muak, saya bosan, saya menangis di atas nasib saya sendiri yang menyakiti saya sendiri dan tentunya akan saya simpan sendiri, karena saya tidak akan pernah butuh mereka yang tak tahu diri.

Selasa, 29 Maret 2016

Selamat pagi...
Pagi yang cerah dengan seberkas embun kasap mata
Matahari muncul dengan tanpa malu-malu
Deru pemanasan kendaraan mengalun memecah pagi
Menambahkan sebutir polusi
Lelah merasuk seketika
Tak kalah jiwa bersanjung dengan lara
Pagi rasanya tak ingin ku jumpa
Namun semua sudah bersajak
Satu persatu dunia mulai terbuka
Membuka secercah harapan yang ditaburkan
Berlomba-lomba untuk meraihnya
Tanpa memikirkan itu bagaimana
Cara demi cara baru muncul
Tak peduli itu hati ataukah nafsu
Demi memintal lembaran berharga
Hanya untuk di dunia

Senin, 21 Maret 2016

KERINDUAN YANG KAMI NIKMATI

Rindu ini entah kapan munculnya. Ingin rasa hati menghapus rindu yang datang tanpa diundang. Belaian bayangan wajah yang terus dan menerus menghapus segala keinginan untuk mengakhirinya. Diriku seakan tak berdaya dan tak memiliki kuasa untuk melawannya. Setiap kali aku ingin menghapusnya, di titik itulah aku merasa tak mampu untuk menghapusnya. Entah harus bagaimana, dunia seakan menyudutkanku untuk menghapuskan segala rasa rindu yang tak terbalas. Namun hati memang tak pernah mengingkari takdirnya. Ia menolak dalam kebohongan lisan. Ia mengukirnya semakin dalam. Dan terus menerus menjadi semakin dalam.